Powered By Blogger

Minggu, 04 Desember 2011

Brimob Tewas di Papua, Susah Memburu Pelaku





VIVAnews - Bumi Papua terus memanas. Selain aksi unjuk rasa, baku tembak terus terjadi. Sudah banyak tewas. Ya warga, anggota polisi, Tentara Nasional Indonesia, dan mereka yang disebut sebagai anggota Organisasi Papua Merdeka. Sabtu, 3 Desember 2011, dua anggota Brimob Mabes Polri, Bribda Ferliyanto Kaluku dan Eko Afriansyah, tewas dalam aksi baku tembak dengan kelompok bersenjata di Kali Semen Kampung Wandinggobak, Kabupaten Puncak Jaya.
Polisi sudah mengenal dan sedang memburu para pelaku penembakan itu. "Berdasarkan data, kami memang sudah mengenal siapa yang menembak dua anggota Brimob itu.Tapi belum bisa menyampaikannya sekarang," kata Boy Rafli, Juru Bicara Mabes Polri, Minggu 4 Desember 2011.
Boy menegaskan bahwa diperlukan bukti yang lebih akurat dan kuat untuk membekuk para penembak dua polisi itu. Tapi ia menambahkan  bahwa para pelaku itu terkait juga dengan kelompok yang menyerang Mapolsek di Puncak Jaya.
Aksi penyerangan di Puncak Jaya itu berlangsung pertengahan November 2011. Sekelompok orang bersenjata membombardir Kapolsek Domingus Awes dan anak buahnya. Akibatnya, Pak Kapolsek tewas di tempat. Semenjak aksi penembakan terhadap Dominggus itu, sampai kasus penembakan Sabtu pekan lalu itu, polisi masih memburu siapa pelakunya. Belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini, kata Boy, masih dalam tahap penyidikan.
Polisi memerlukan waktu yang lama menangkap para pelaku penembakan karena kondisi lapangan yang sangat sulit.
Kelompok yang menyerang itu Sabtu pekan lalu itu, kata Boy, terdiri dari 5 hingga 10 orang. Tapi belum bisa dipastikan berapa jumlah senjata yang mereka punya. "Yang pasti mereka menggunakan senjata api. Sementara jenisnya masih diidentifikasi karena baru selesai dilakukan visum, " kata Boy. Dua anggota Brimob itu mengalami luka parah di leher dan kepala.

Alam yang Ganas
Polisi terus memburu para pelaku ke hutan Puncak Jaya. Tapi ini bukan perkara gampang. Selain harus waspada dengan kelompok bersenjata yang bisa menyergap sesewaktu, Puncak Jaya itu terletak di pegunungan yang ganas dengan lembah yang terjal. Cuaca juga kerap kali tidak menentu. Hujan dan berkabut.
Upaya pengejaran ke gunung lembah itu berkali-kali dihentikan, sebab cuaca berkabut tebal. Kabut tebal itu menyelimuti pegunungan dan menutup pandangan. Dan repotnya para kelompok bersenjata itu sangat menguasai alam itu. Daripada celaka perburuan itu dihentikan.
Kabupaten Puncak Jaya memang berada di ketinggian dengan lereng-lereng pegunungan yang terjal. Kepala Bidang Humas Polda Papua, Kombes Pol Wachyono mengakui kondisi alam ini menjadi kendala dalam melakukan pengejaran kelompok bersenjata OPM itu.

"Anggota kewalahan, gunung terjal dengan hutan lebat sangat sulit ditelusuri. Sementara OPM sangat menguasai alamnya dan mereka seolah-olah bisa langsung tak terlihat," kata Wachyono, Sabtu 3 Desember 2011.

Usaha pengejaran ini, kata Wachyono, akan dilanjutkan jika cuaca sudah mendukung. Selain menghambat pengejaran, faktor alam dan cuaca juga menghambat evakuasi korban yang tertembak.

Faktor itu juga dikeluhkan oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution. Bahkan, kata dia, kondisi alam ini merupakan kendala utama polisi di Papua. "Para pelaku sangat menguasai medannya," kata Saud di Mabes Polri, Jakarta, Senin 7 November 2011.

"Kemudian, mereka ini menembak dari tempat-tempat tertentu yang kalau kita kejar, pasti menghilang, dan mereka sudah sangat tahu persis medannya itu. Sedangkan kita sendiri, petugas keamanan itu tidak hafal medan di situ."

Tak hanya itu, cuaca ekstrem di Papua juga mendatangkan masalah bagi polisi. "Terus terang, kalau sudah jam tiga sore, kami sudah tidak kuat dinginnya dan turun kabut. Kalau mereka di alam seperti itu sudah biasa. Kam ikan nggak terbiasa seperti itu," kata dia.

Sulitnya medan itu masih ditambah lagi dengan minimnya transportasi yang digunakan polisi. Kelompok ini sulit dikejar tanpa transportasi yang memadai, meskipun Saud mengklaim fisik polisi di Papua cukup prima. "Kalau kita dengan kendaraan itu sudah sedemikian sulit, tapi mereka dengan berjalan kaki dan berlari itu sudah sedemikian kuat. Fisik mereka kuat," ujar Saud.

Selain faktor alam, lanjut Saud, polisi juga sulit mengidentifikasi kelompok orang tak dikenal itu. "Karena mereka di dalam hutan dan yang tertangkap juga jarang. Yang tertangkap itu tidak saling mengetahui, tidak saling mengenal satu sama lain. Sehingga kami dalam mengidentifikasi dari kelompok mana, jaringan mana itu sangat sulit," kata dia.

Lantas, langkah apa yang diambil polri untuk mengatasi hal ini? "Kami evaluasi setiap saat, untuk meminimalisir korban dan berupaya untuk menangkap mereka dan juga untuk menciptakan keamanan di sana. Kami akan berupaya terus," jawab Saud.

Tak tambah pasukan
Situasi keamanan Papua memang tidak stabil. Eskalasi ancaman sangat terasa saat perayaan hari ulang tahun OPM 1 Desember. Terjadi kerusuhan dalam perayaan tersebut. Beberapa polisi terluka akibat di serang sekelompok orang. Tapi pemerintah mengkalim mereka bisa mengendalikan situasi.

"Memang ada kumpul-kumpul orang dan jumlahnya tidak besar, dan itu bisa kami selesaikan dengan baik," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro usai Rapat Pleno Persiapan Peringatan Hari Nusantara 2011 di Gedung Kemenhan, Jakarta, Jumat, 2 Desember 2011.

"Situasinya baik, kondusif, walaupun memang ada sedikit yang perlu kami selesaikan. Tapi, hari ini sudah selesai, dan tenang kembali seperti semula," ujar Jumat pekan lalu. Tapi OPM menyerang secara sporadis, seperti yang terjadi di Puncak Jaya itu.

Purnomo menjelaskan bahwa sebelum HUT OPM pada 1 Desember 2011, pemerintah sudah melakukan antisipasi di beberapa wilayah di Papua, antara lain di Sorong, Manokwari, Puncak Jaya, Wamena, Jayapura, dan Timika yang memang perlu dilakukan pengamanan dengan baik.

Menurut Purnomo, ada empat hal yang perlu dicermati di Papua. Pertama, ada yang ingin memisahkan diri dari NKRI, tapi itu kelompoknya kecil. Oleh karena itu, tidak ada operasi militer di Papua.

"Karena kelompoknya kecil, maka kami tidak perlu melakukan penambahan pasukan dari luar Papua, cukup yang menangani itu dari Kodam setempat. Kalaupun ada pasukan dari luar, itu di perbatasan darat dan laut oleh marinir," katanya.

Kedua, masalah PT Freeport Indonesia yang merupakan persoalan korporasi. Ketiga, masalah dari implementasi otonomi khusus. "Salah satu yang akan diperbaiki adalah dengan adanya UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat)," jelas Purnomo.

Pemerintah Harus Tegas

Sementara itu, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD), Ryamizard Ryacudu, mengatakan harus ada tindakan tegas, yaitu menangkap para pelaku penembakan.
"Kalau ditembak, kalau kita tahu pelakunya, segera tangkap. Enak saja mereka nembak-nembak. Harus ditangkap," kata Ryamizard, di sela-sela seminar yang digelar Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI POLRI (FKPPI) Bali, di Denpasar, Sabtu 3 Desember 2011.

Menurutnya, pemilik senjata berapi saja harus ditertibkan, apalagi menyerang aparat keamanan. "Di Bali atau di Jakarta, memiliki senpi tanpa izin ditangkap kok. Apalagi menembak," ujarnya.

Saat ini, menurut Ryamizard, situasi di Papua memang sangat tak menguntungkan. Namun, tetap harus ada ketegasan. Hal tersebut  berupa keyakinan sikap bahwa Papua bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  "Papua bagian dari NKRI dan itu harga mati. Tidak ada lagi kata merdeka dan lain sebagainya," kata Ryamizard.

Soal dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua, Ryamizard menegaskan, kalau HAM juga harus memayungi seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya segelintir orang.

"HAM kita Pancasila, jelas itu. Dua ratus tujuh puluh tiga juta rakyat Indonesia, itu kalau HAM mau diberlakukan setara, bukan hanya untuk kepentingan satu atau dua orang saja. Jangan sampai satu, dua, tiga orang mengalahkan 237 juta rakyat atas nama HAM.  Jadi, TNI harus ada di depan melindungi itu," kata Ryamizard.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar